Tadabur Qur’an surat An-Nur ayat 59 sampai dengan ayat 61 merupakan lanjutan dari kajian tadabur Qur’an pada pertemuan sebelumnya (ayat 58). Karena memiliki
kaitan yang erat, maka kami akan mengulang sedikit mengenai apa yang terkandung
di ayat 58 surat An-Nur.
Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya'. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nur: 58)
Asbabu Nuzul
Muhammad Ali Ashobuni dalam Shofwatut Tafasir menuliskan asbabu nuzul ayat ini:
Dikisahkan bahwa suatu ketika Rasulullah mengutus seorang sahaya dari kalangan
Anshor untuk menemui Umar bin Khatttab. Utusan tersebut kemudian mendatangi Umar
pada waktu siang. Padahal waktu itu Umar bin Khattab sedang istirahat (tidur
siang). Sampai di rumah Umar, sahaya tersebut memanggil-manggil Umar dengan keras, tapi
tidak ada jawaban. Hingga akhirnya utusan Nabi Saw itu masuk ke rumah Umar tanpa
ijin darinya. Umar pun terbangun dan duduk. Ada bagian tubuh Umar yang terlihat,
yang menurutnya tidak pantas untuk diperlihatkan. Umar nampak tidak suka ditemui
dalam keadaan seperti itu. Umar bin Khottob kemudian berkata, ”Aku berharap kepada Allah semoga turun ayat yang melarang anak-anak, pelayan, dan wanita untuk masuk dalam keadaan seperti ini.”
Saat Umar akan menemui Rasulullah untuk mengadukan hal tersebut, ternyata sudah
turun ayat yang persis dengan apa yang diinginkannya, yaitu ayat yang
menjelaskan mengenai adab-adab di dalam rumah seperti yang terkandung di ayat 58
hingga ayat 61 surat An-Nur.
Kandungan AyatDi dalam ayat tersebut Allah menjelaskan mengenai adab-adab di dalam rumah.
Pertama, di ayat 58, Allah SWT memerintahkan kepada budak-budak atau pelayan dan
anak-anak yang belum baligh untuk meminta ijin jika akan menemui siapapun yang
ada di dalam rumah dalam keadaan tiga kondisi waktu yang tersebut di ayat itu.
Tiga kondisi waktu itu diantaranya:
1. Waktu sebelum sholat shubuh
Dimana pada waktu ini kondisi kita biasanya adalah kondisi saat baru istirahat.
Sehingga terkadang keadaan tubuh dan pakaian masih terlihat belum siap (kurang
pantas) untuk menerima tamu atau siapapun yang ingin menemui kita.
2. Waktu tengah hari (siang)
Pada jaman Nabi dan Sahabat, waktu siang biasanya digunakan untuk istirahat,
tidur siang sejenak (qailullah). Maka pada kondisi itu orang tentunya akan
terganggu jika ditemui.
3. Waktu setelah sholat isya
Setelah sholat Isya, biasanya Rasolullah dan sahabat langsung istirahat, tidur.
Tujuannya agar bisa bangun untuk sholat malam dan tubuh lebih fit. Maka pada
saat kondisi akan istirahat seperti itu, orang juga akan terganggu jika ditemui.
Karena itulah dalam kondisi tiga waktu di atas, Allah memberikan arahan agar
meminta ijin jika akan menemui seseorang di dalam rumah. Tapi selain dari tiga
kondisi waktu itu, maka tidak perlu meminta ijin bagi yang memang sudah biasa
mondar-mandir, keluar masuk rumah, seperti anak-anak dan khadim (pelayan).
Kemudian Allah SWT meneruskan firman-Nya:
“Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nur: 59)
Kedua, pada ayat 59 ini Allah menjelaskan mengenai adab di dalam rumah bagi
orang dewasa (baligh). Bagi anak-anak yang sudah baligh Allah memerintahkan agar
mereka selalu meminta ijin jika akan masuk rumah atau menemui penghuni rumah
yang lainnya. Ijin tersebut berlaku tidak hanya pada kondisi tiga waktu seperti
yang tertera di ayat 58. Tapi mereka harus ijin pada setiap kondisi waktu.
Jadi jika sudah baligh tidak boleh asal nyelonong, keluar masuk rumah orang
tanpa ijin. Jangan masuk, kalau memang belum diijinkan masuk rumah. Sebelum
masuk juga sangat dianjurkan untuk mengucapkan salam. Jika ditanya penghuni
rumah tentang siapa yang bertamu. Maka tamu harus menjawab mengenai dirinya
minimal dengan menyebutkan nama.
Suatu hari Rasulullah pernah menegur seseorang yang bertamu ke rumahnya. Saat
itu tamu tersebut hanya mengatakan “ini saya” saat ditanya Rasulullah dari dalam
rumah mengenai siapa dirinya. Rasulullah bertanya sampai tiga kali dan orang itu
hanya menjawab “ini saya”. Hingga akhirnya Rasulullah menegurnya dan menyuruh
untuk menyebutkan nama kepada orang tersebut.
Selanjutnya Allah SWT berfirman:
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang
tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka
dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih
baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nur:
60)
Ketiga, ayat 60 ini berisi keringanan bagi wanita yang sudah tua, sudah terhenti
dari haidh dan mengandung, atau sudah tidak ada lagi keinginan untuk menikah,
dan memang sudah tidak punya daya pikat lagi, untuk menanggalkan pakaian mereka.
Ada beberapa pendapat terkait menanggalkan pakaian di sini, diantaranya:
1. Pendapat dari ulama yang menyatakan bahwa pakaian yang ditanggalkan itu
merupakan pakaian lapisan pertama yang biasa dipakai wanita.
Wanita-wanita Arab pada masa Rasulullah biasanya memakai pakaian dua lapis.
Lapisan pertama adalah bagian luar yang merupakan pakaian penutup yang panjang
dan lebar, menutupi kepala hingga kaki. Kemudian pakaian lapisan kedua, yaitu
pakaian dalam yang biasa dikenakan orang pada umumnya. Nah, maksud dari
menanggalkan pakaian di ayat itu adalah menanggalkan pakaian lapisan pertama
yang dianggap agak memberatkan bagi wanita yang sudah tua.
2. Pendapat dari Yusuf Qardhaway yang mengatakan bahwa wanita yang sudah tua
memang boleh menanggalkan pakaian yang biasa dipakai untuk wanita yang mahrom.
Mereka boleh tidak menutup kepala (jilbab) karena memang sudah tidak punya daya
tarik/pikat lagi. Asalkan tujuannya bukan untuk memamerkan aurat dan tabaruj.
Tapi tentu saja, jika pun mereka yang meskipun sudah dalam keadaan tua dan
terasa memberatkan mengenakan pakaian penutup aurat itu tetap ingin mengenakan
pakaian tersebut, maka hal itu lebih baik. Dan mereka akan mendapatkan tambahan
pahala atas kesulitan (terasa berat mengenakan pakaian penutup aurat) yang
dibebannya.
Terakhir, Allah SWT berfirman:
”Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) dirumah kamu sendiri atau dirumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan, di rumah saudara bapakmu yang laki-laki, dirumah saudara bapakmu yang perempuan, dirumah saudara ibumu yang laki-laki, di rumah saudara ibumu yang perempuan, di rumah yang kamu miliki kuncinya atau di rumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian. Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnya(Nya) bagimu, agar kamu memahaminya.” (QS. An-Nur: 61)
Keempat, di dalam ayat ini dijelaskan mengenai tempat-tempat yang dibolehkan
kita mengambil makanan.
Ada beberapa ulama yang memberikan tafsiran mengenai ayat ini, diantaranya:
1. Ada ulama yang mengatakan bahwa ayat ini menerangkan kalau orang yang buta,
pincang, dan sakit itu boleh tidak ikut perang (jihad).
2. Ulama lain mengatakan ayat ini kaitannya dengan makanan. Yaitu bolehnya
makan di tempat-tempat tertentu.
Dahulu orang-orang yang dalam kondisi seperti yang disebutkan diatas itu biasa
makan dimana saja, di tempat siapa saja boleh dan diberikan kebebasan. Hingga
akhirnya mereka merasa tidak enak dan khawatir, jangan-jangan makanan yang dia
ambil tidak diijinkan oleh pemiliknya. Maka turunlah ayat ini yang membolehkan
mereka makan di tempat siapa saja karena kondisi mereka yang lemah.
Ada juga yang mengatakan kalau yang merasa tidak enak itu justru tuan rumahnya.
Mereka merasa tidak enak jika makan bersama orang yang buta. Mereka berpikir
akan menimbulkan anggapan bahwa dunia ini tidak adil dalam diri orang yang buta.
Tuan rumah yang sehat bisa makan dengan leluasa, bisa mengambil dan memakan apa
saja. Sedangkan orang buta mau ambil makanan saja susah. Oleh sebab itulah turun
ayat yang membolehkan untuk berbaur dan makan bersama orang-orang yang dalam
kondisi seperti di atas.
Bahkan ada juga ulama yang berpendapat, orang buta, pincang dan sakit itu boleh
mengambil makanan dimana saja. Tidak ada dosa bagi mereka mengambil makanan di
tempat siapapun. Namun sebagian ulama lain mengatakan, bukan seperti itu
maksudnya. Ada tempat-tempat tertentu saja yang membolehkan mereka mengambil
makanan.
Tempat yang dibolehkan mengambil makanan, diantaranya:
1. Rumah sendiri
Di rumah kita sendiri tentu saja boleh mengambil makanan dengan leluasa. Ada
yang mengatakan “di rumah sendiri” maksudnya adalah orang tua yang mengambil
makanan di rumah anaknya. Karena anak dan semua yang dimilikinya adalah milik
orang tuanya. Maka orang tua bebas mengambil makanan di rumah anaknya.
2. Rumah orang tua (ibu, bapak)
3. Rumah saudara laki-laki dan perempuan
4. Rumah paman dan bibi
5. Rumah yang kuncinya diserahkan kepada kita
6. Rumah kawan-kawan kita
Namun tetap ada adab jika ingin makan selain di rumah sendiri, diantaranya:
1. Hanya mengambil makanan yang ditempatkan secara umum dan memang boleh
dimakan siapa saja. Jangan mengambil makanan yang diletakan di tempat khusus
atau memang sengaja disembunyikan, tidak untuk dimakan orang lain.
2. Boleh makan sendiri-sendiri atau pun bersama-sama. Tapi Rasulullah
menganjurkan untuk makan bersama-sama karena ada banyak keberkahan di sana.
3. Berikan salam sebelum masuk rumah
......Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnya(Nya) bagimu, agar kamu
memahaminya.
Kajian Majelis Ta’lim Al-Iman
Tanggal 10 April 2011
Tadabur Qur’an Surat An-Nur Ayat 59-61
“Adab-adab di Dalam Rumah”
Penceramah: Ust. Fauzi Bahreisy
Ditulis oleh: Rahmat HM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar