Rabu, 08 Juni 2011

Melihat diri lewat Situ Gintung

Pengalaman menjadi seorang relawan merupakan pengalaman yang sangat mengesankan. Selain membantu sesama, introspeksi dari pengalaman orang lain, serta wisata rohani. Jumat, 27 maret 2009 sekitar pukul 05.00, bumi Indonesia belahan ibukota diguncang dengan robohnya tanggul waduk situ gintung yang telah ada sejak puluhan tahun lalu. Kronologis cerita mungkin kita telah ketahui dari berbagai media. Namun, mungkin pengalamanku ini tidak akan Anda temukan dalam media mana pun. Pengalaman menjadi seorang relawan bekerjasama dengan dua organisasi kemanusiaan terbesar di Indonesia. Menjadi bagian dari tim peduli Indonesia yang tidak diragukan lagi profesionalismenya.
Menjadi perwakilan satu-satunya perempuan dari kelas 10 SMAIT Nurul Fikri merupakan suatu kebanggan yang luar biasa. Tim yang terdiri dari 10 orang ini merupakan utusan pihak sekolah untuk menjadi relawan bencana situ gintung. Kami berangkat pada hari jumat tepat 3 hari setelah kejadian  dari sekolah berbekal misi kemanusiaan. Perjalan menuju daerah kejadian memerlukan waktu kurang lebih 2 jam. Untuk memudahkan komunikasi dengan tim relawan dari PKPKU dan BSMI yang sudah ada di tempat kejadian beberapahari sebelumnya, kami memasuki daerah bencana di kawasan kampus Muhammadiyah. Beberapa meter sebelum sampai, carut marut lalu lintas mulai terlihat, suara ambulan yang keluar maupun yang akan masuk kawasan bencana silih berganti, suara tangisan anak yang belum menemukan keluarganya atau keluarga yang mendapati keluarganya telah menjadi mayat pun tak luput dari pandangan. Memasuki kawasan kampus muhammadiyah, sudah terlihat bangunan gedung yang hancur, tak ada lagi tanda aktivitas kampus yang berdenyut. Kulihat disisi jalan, kawasan pemakaman turut rusak, nisan-nisan maupun pagar yang menjadi pembatas sudah tidak pada tempatnya. Yang sangat menyentak hatiku adalah mobil yang tak berdaya berada di atas makam. Posisi sakral yang menurutku ada suatu pertanda yang terlihat dari aura tempat kejadian yang kurasakan. Benar saja, guru yang ikut dalam misi relawan ini pun menceritakan bahwa  kawasan situ gintung tidak hanya sebagai tempat pemancingan umum, tetapi juga sebagai kawasan prostitusi. Oleh karena itu, kejadian ini bisa sebagai pengingat atau azab dari Allah swt. Naudzubillahi mindzalik. Hanya Allah yang mengetahui.

Lebih masuk ke dalam tempat kejadian, sayup-sayup suara lagu terdengar. Ternyata sebuah stasiun TV sedang mengadakan acara untuk menghibur masyarakat Situ Gintung. Acara sederhana tersebut dilaksanakan di kawasan perumahan warga yang telah rata tersapu oleh gelombang air dari waduk Situ Gintung. Aku merasa senang dengan diadakannya acara tersebut karena merupakan salah satu cara untuk menghilangkan trauma dari masyarakat (trauma healing).


kegiatan kami selama tiga hari dua malam di wilayah pengungsian ini  diantara adalah membantu relawan PKPU membersihkan rumah warga yang tertutup lumpur, memberikan pelayanan obat gratis bersama Telkomsel Peduli, dan trauma healing bersama BSMI. Selain itu, kami juga membantu relawan PKPU membagikan kornet, pakaian, serta sembako untuk masyarakat  korban bencana. Semua kegiatan dilakukan dalam beberapa tim agar pengerjaannya efektif.  Aku tergabung dalam kelompok yang membersihkan rumah warga yang tertutup lumpur. Dengan menggunakan sekop, selang air, dan ember, satu demi satu rumah terlihat bersih. sungguh, merupakan suatu keajaiban! Pada salah satu rumah yang penuh dengan lumpur tersebut kami menemukan Al-Qur’an yang masih dalam keadaan baik diantara barang-barang yang sudah tidak jelas bentuk rupanya.  Allahuakbar!

Tidak ada komentar: