Jumat, 30 Desember 2011

pendidikan seks (4)


Pendidikan seks
Perdebatan tentang pendidikan seks di sekolah seakan tak habis dibicarakan. Kelompok yang pro menganggap pendidikan seks itu perlu untuk mencegah prilaku seks menyimpang. Kalangan yang menentang pendidikan seks beralasan justru pendidikan seks akan membuat anak yang tidak tahu tentang seks akan menyalah gunakan apa yang diketahuinya.

Dunia pendidikan terkejut dengan hasil penelitian Iip Wijayanto yang menyimpulkan bahwa 97% mahasiswi di sebuah kota pendidikan tidak perawan. Sekali pun kita meragukan validitas atau tepatnya angka prosentase yang dihasilkan, tetapi hal ini cukup membuktikan bahwa seks telah disalahgunakan justru oleh orang berpendidikan.  Kasus kehamilan yang tak diinginkan yang terjadi sampai 30% pada remaja, 70% pada PUS (Pasangan Usia Subur) yang mengalami kegagalan kontrasepsi. Masalah pergaulan bebas yang menjerumus kearah seks perlu di antisipasi dunia pendidikan. Dengan perkembangan dunia informasi yang semakin pesat, semua sepakat bahwa pendidikan seks perlu di sekolah.

Pendidikan seks menurut tokoh pendidikan Nasional Arif rahman Hakim adalah perlakuan proses sadar dan sistematis di sekolah, keluarga dan masyarakat untuk menyampaikan proses perkelaminan menuarut agama dan yang sudah ditetapkan oleh masyarakat. Dengan demkian pendidikan ini bbukanlah pendidikan tentang how to do (bagaimana melakukan hubungan seks), atau tentang hubungan seks aman, tidak hamil dan lain sebagainya, tetapi intinya pendidikan seks di berikan sebagai upaya preventif dalam kerangka moralitas agama. Ia tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama, jika tidak maka apa yang dikhawatirkan kelompok anti pendidikan seks akan terjadi. Ketika seks terlepas dari kerangka moral agama, maka kebobrokan moral kaum terpelajar justru akan semakin mewabah, sebagaimana yang di tenggarai Iip Wijayanto.

Dalam perspektif pendidikan agama (dalam hal ini; Islam), pendidikan seks dibahas dalam materi pelajaran fikih yang meliputi tentang reproduksi dan tanggung jawab agama bagi seseorang yang telah mengalami kematangan reproduksi seksualnya (baligh). Dengan mengacu fikih, maka penulis mengusulkan agar ruang lingkup kurikulum pendidikan seks antara lain: Penciptaan manusia oleh Allah (proses kejadian manusia mulai dari pembuahan), perkembangan laki- laki dan perempuan (secara fisik dan psikis), perilaku kekelaminan, dan kesehatan seksual. Rancangan ini juga penilaian kebutuhan (need assessment, evaluasi, implementasi, sosialisasi dan membuat disain kurikulum dan pengembangannya).
Di samping kurikulum yang juga harus dipersiapkan adalah guru pengajarnya. Jangan sampai pendidikan seks yang bertujuan sebagai tindakan preventif malah menjadi ajang pembahasan seks secara vulgar dan di luar konteks kependidikan. Sedangkan informasi yang dapat diberikan mencakup: tentang masalah reproduksi, proses kelahiran, KB, perilaku menyimpang, kejahatan seks, perlindungan hukum.

Ada dua kemungkinan kurikulum pendidikan seks: berdiri sendiri atau terkait dengan mata pelajaran lain. Pendidikan seks di sekolah diintegrasikan dalam mata pelajaran: agama, olahraga, biologi (misalnya anatomi), sosiologi, antropologi, dan bimbingan karier.
Untuk mendukung kurikulum pendiidikan seks di sekolah maka kegiatan di luar sekolah juga perlu mendukungnya. Pendidikan seks dalam kegiatan OSIS dapat dicakup dalam program Keputrian, Keputraan, Pesantren Kilat, Retreat, dsb. Juga kegiatan POMG dalam bentuk seminar dan diskusi yang mengundang orangtua murid dan para ahli, bila perlu seksolog dan agamawan.

Namun demikian tenggung jawab keberhasilan pendidikan seks bukanlah semata-mata di tentukan oleh kurikulum sekolah, tetapi juga peran keluarga, masyarakat dan pemerintah. Sekolah mempunyai keterbatasan waktu dan pengawasan. Maka bimbingan keluarga dan kontrol dari masyarakat, dimana anak lebih banyak menghabiskan waktunya, mempunyai peranan lebih besar bagi terciptanya generasi yang berilmu sekaligus bermoral.

pencegahan seks bebas
Pada akhirnya perlu diperhatikan bahwa usahakan melaksanakan pendidikan seksual perlu diulang-ulang (repetitif) selain itu juga perlu untuk mengetahui seberapa jauh sesuatu pengertian baru dapat diserap oleh anak, juga perlu untuk mengingatkan dan memperkuat(reinforcement) apa yang telah diketahui agar benar- benar menjadi bagian dari pengetahuannya.

1) Pencegahan Menurut Agama
Iman, merupakan rem paling pakem dalam berpacaran. Justru penilaian kepribadian pasangan dapat dinilai saat berpacaran. Mereka yang menuntut hal-hal yang melanggar norma-norma yang dianut, tentunya tidak dapat diharapkan menjadi pasangan yang baik. Seandainya iapun menjadi suami atau istri kelak tentunya keinginan untuk melanggar norma-norma pun selalu ada. Untuk itu, "Say Good Bye" sajalah...! Masih banyak kok pria dan wanita yang mempunyai iman dan moral yang baik yang kelak dapat membantu keluarga bahagia.
Pengetahuan agama remaja dalam penelitian dibatasi pada pengetahuan agama yang berhubungan dengan pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba dan hubungan seks di luar nikah. Mayoritas responden tidak menyetujui penyalahgunaan narkoba dan mengadakan seks di luar nikah.

Pengetahuan Agama Remaja Pencegahan menurut agama antara lain :
1.       Memisahkan tempat tidur anak.
2.       Meminta izin ketika memasuki kamar tidur orang tua.
3.       Mengajarkan adab memandang lawan jenis.
4.       Larangan menyebarkan rahasia suami-istri.
2) Pencegahan Seks Bebas dalam Keluarga
Faktor keluarga sangat menentukan dalam masalah pendidikan seks sehingga prilaku seks bebas dapat dihindari. Waktu pemberian materi pendidikan seks dimulai pada saat anak sadar mulai seks. Bahkan bila seorang bayi mulai dapat diberikan pendidikan seks, agar ia mulai dapat memberikan mana cirri-laki-laki dan mana ciri perempuan. Bisa juga diberikan saat anak mulai bertanya-tanya pada orang tuanya tentang bagaimana bayi lahir. Peran orang tua sangat penting untuk memberikan pendidikan seks pada usia dini.
Menurut Afief Rahman, pendidikan seks sebaiknya dimulai dari kandungan. Pembacaan ayat-ayat suci dari Kitab Suci sangat penting. Hal ini ditujukan agar anak yang dikandung mendapatkan keberkahan dari Sang pencipta seperti diketahui, identitas seks manusia sudah dimulai sejak di dalam kandungan, sehingga memang sepantasnya pendidikan seks dimulai pada fase tersebut.
Pencegahan seks bebas dalam keluarga antara lain.
  • Keluarga harus mengerti tentang permasalahan seks, sebelum menjelaskan kepada anak-anak mereka.
  • Seorang ayah mengarahkan anak laki-laki, dan seorang ibu mengarahkan anak perempuan dalam menjelaskan masalah seks.
  • Jangan menjelaskan masalah seks kepada anak laki-laki dan perempuan di ruang yang sama.
  •  Hindari hal-hal yang berbau porno saat menjelaskan masalah seks, gunakan kata-kata yang sopan.
  •  Meyakinkan kepada anak-anak bahnwa teman-teman mereka adalah teman yang baik.
  •  Memberikan perhatian kemampuan anak di bidang olahraga dan menyibukkan mereka dengan berbagai aktivitas.
  •  Tanamkan etika memelihara diri dari perbuatan-perbuatan maksiat karena itu merupakan sesuata yang paling berharga.
  •  Membangun sikap saling percaya antara orang tua dan anak

Tidak ada komentar: