Data Publikasi:
Mubarak,
Zakky. 2007. Menjadi Cendikiawan Muslim.
PT Magenta Bhakti Guna, Jakarta: xv+ 285 hlm.
Judul :
“Sumber Ajaran Islam”
Oleh :
Dr.
KH. Zakky Mubarak, MA
.
Hadits memiliki tiga sebutan yang memiliki makna yang sama antara al-Sunnah,
al-Khabar, dan al-Atsar. Perlu diakui bahwa arti yang dimiliki setiap kata
berbeda dan ada beberapa ulama yang membedakannya seperti al-hadits hanya
terbatas pada sesuatu yang datang dari Nabi Muhammad saw., al- sunnah merupakan
amalan yang dilakukan secara serempak oleh para sahabat, al- khabar terbatas
pada apa yang datang dari selain Nabi Muhammad, sedangkan al-atsar tidak
terbatas pada apa yang datang dari Muhammad saw. Namun, perbedaan tersebut
tidak mencakup hal-hal yang sifatnya prinsipil sehingga dapat digunakan sebagai
makna yang sinonim. Secara bahasa hadits berarti cara atau kebiasaan sedangkan
dalam istilah hadits adalah sesuatu yang ducapkan, diterapkan, dikerjakan, dan
diputuskan oleh Muhammad saw. sebagai penjabaran dan pelaksanaan al-Qur’an.
Hadits
merupakan sumber ajaran islam kedua setelah Al-Quran dalam hierarki sumber hukum
islam. Imam Syafi’i mengtakan bahwa hadits tidak dapat dipisahkan dengan
al-Qur’an karena hadits berisi penjelasan atau penjabaran dari yang dikatakan
dalam al-Qur’an. Berawal dari sinilah Imam Syafi’i menetapkan salah satu kaidahnya
bahwa dalil agama islam adalah al-Qur’an dan hadits. kemudian ketetapan
tersebut dilengkapi dengan dalil yang mengatakan bahwa:
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf
seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,
mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan
Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.(QS.
Al-Jumuah: 2)
Ayat di atas
menjelaskan hadits memiliki tingkat yang setara dengan al-Qur’an dalam hal
menjaga dalil agama Islam.
Fungsi
hadits diantaranya adalah sebagai mubayyin
(yang menjelaskan). Hal ini dijelaskan dalam QS. An-nahl: 44. hal tersebut diperkutat oleh Imam
Bukhari dan Muslim yang artinya, apabila
kalian melihat (ru’yah) bulan (awal Ramadhan), maka berpuasalah dan sebaliknya
apabila kalian melihat bulan itu (bulan Saywal) maka berbukalah.
Kedua,
hadits berperan sebagai penjelas dan perinci ayat-ayat al-Qur’an yang masih
bersifat global. Dalam konteks ini, hadits berperan untuk mengungkapkan isyarat
global tersebut hingga menjadi gambling dan jelas. Contohnya adalah ayat
be
Dan
dirikanlah shalat
Isyarat
perintah shalat sebagai sebuah tuntutan kewajiban pelaksanaan shalat terhadap
pribadi muslim sebagaimana yang dikatakan dalam al-Qur’an. Namun, pertanyaan
yang muncul adalah bagaimanakah praktik kita mendirikan shalat itu sementara
ayat di atas tidak menjelaskannya? Disinilah peran hadits untuk menjelaskannya.
Dalam Hadits Riwayat Bukhari mengatakan, “Shalatlah,
sebagaimana kalian melihat aku mengerjakan shalat”
Fungsi yang ketiga adalah pembuatan,
mewujudkan, atau menetapkan aturan atau hukum. Dalam hal ini hadits berfungsi
sebagai sumber hukum tersendiri. Rasulullah ingin menunjukkan kepastian hukum
terhadap beberapa persoalan yang muncul pada saat itu dengan sabdanya sendiri.
Contohnya hukum tentang keharaman pria memakai sutera dan emas, keharaman
mengonsumsi makanan dari hewan yang bertaring dan berkuku tajam, hukum tentang
besaran pembayaran zakat fitrah, dan lain-lain.
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa hadits merupakan pelengkap dari yang lengkap yaitu Al-Qur’an.
Walaupun sebatas pelengkap hadits tidak dapat dipisahkan dengan al-Qur’an
karena maknanya yang saling berikatan.