Realita Jamkesmas di
Masyarakat
Awal munculnya Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) adalah pada tahun 2004 oleh Departemen Kesehatan. Program ini bertujuan untuk mengatasi masalah biaya kesehatan bagi warga miskin. Jamkesmas sendiri memiliki sasaran sekitar 76 juta warga miskin, dengan anggaran lebih dari 5 triliun rupiah pada tahun 2010. Untuk memperoleh fasilitas tersebut, warga miskin diberi semacam tanda bahwa mereka layak mendapatkan fasilitas pengobatan gratis dengan kartu berobat gratis.
Peran
kartu berobat sendiri sesungguhnya adalah untuk memudahkan rakyat miskin atau
tidak mampu membayar biaya kesehatan untuk mendapatkan layanan kesehatan tanpa
pungutan biaya apapun. Kartu berobat gratis sebenarnya dapat digunakan tanpa
harus menunjukkan KTP atau rujukan pihak rumah sakit atau puskesmas. Di beberapa daerah, keberadaan Jamkesmas telah membantu warga miskin untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan. Salah satu contoh realisasi pelayanan
Jamkesmas yaitu di Kelurahan Namosain, Kecamatan Alak, Kota Kupang yang
rata-rata warganya berprofesi sebagai nelayan dan buruh pelabuhan. Dengan
penghasilan yang diperoleh para nelayan dan buruh pelabuhan yang sangat pas-pasan
untuk menghidupi keluarganya, Jamkesmas membantu untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan tanpa harus memberikan biaya pengobatan.
Namun,
tampaknya sistem Jamkesmas ini belum berfungsi dengan baik. Banyak rumah sakit
yang menolak untuk memberikan layanan kesehatan gratis, meskipun para rakyat
miskin telah menunjukkan kartu berobat gratis milik mereka. Pihak rumah sakit
menolak untuk memberikan layanan kesehatan gratis. Setiap rumah sakit yang
melakukan penolakan tersebut mempunyai alasan yang beragam. Pasalnya, mayoritas
rumah sakit tersebut beralasan bahwa pemerintah tidak tuntas dalam melakukan
subsidi atau pembayaran terhadap rumah sakit terkait sehingga hutang pemerintah
terhadap rumah sakit semakin menumpuk. Jika melihat dari sudut pandang yang objektif,
dapat disimpulkan bahwa pemerintah dan rumah sakit tidak concern terhadap permasalahn pasien miskin.
Pemerintah
sebagai pemimpin yang pada hakikatnya mengayomi masyarakat seharusnya
memberikan anggaran yang cukup untuk menyubsidi pasien miskin sehingga tidak
perlu lagi berhutang pada rumah sakit. Persentasi anggaran pendapatan negara maupun daerah
untuk kesehatan dan pendidikan setidaknya sedikit lebih besar dibandingkan
anggaran lain. Disisi lain, dengan sikap dan pernyataan rumah sakit tersebut, jelas
menjadi tanda bahwa rumah sakit itu mempunyai kepedulian sosial yang rendah.
Orientasi terbesarnya adalah mencari pemasukan dan keuntungan. Tidak dapat dipungkiri, untuk mendukung kualitas dunia
kesehatan diperlukan instrumen yang lengkap dan baik ditambah tenaga kesehatan
yang profesional. Tentunya untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan dana yang
tidak sedikit juga. Akan tetapi, sebuta itukah dengan pencapaian profesional
hingga mengesampingkan masalah sosial yang sebetulnya sangat penting?
Di Kudus Jawa Tengah, keberadaan Jamkesmas dinilai belum sesuai sasaran
yang tepat bagi masyarakat yang berhak menerima karena belum adanya database yang akurat. Selain itu, di
Solok Sumatra Barat keberadaan pelayanan kesehatan untuk warga yang kurang
mampu, yaitu terkait dengan keberadaan Jamkesmas, masih memprihatinkan. Tidak jarang
masalah kelengkapan
status administrasi terkait Jamkesmas
masih dipertanyakan pada saat kondisi
kesehatan mereka sebetulnya telah kritis. Masalah pembayaran pengambilan obat
juga terjadi di wilayah ini. Sebelumnya warga yang kurang mampu diharuskan
untuk membayar separuh dari biaya pengambilan obat tersebut, tetapi setelah
adanya pembicaraan antara salah seorang anggota DPRD Kabupaten Solok, dengan
pihak terkait, akhirnya pembayaran
pengambilan obat pun dibebaskan.
Ada juga
permasalahan lain, yaitu kartu berobat gratis yang tidak teralokasikan dengan
benar. Hal itu menyebabkan banyaknya warga miskin yang mendesak pemerintah
setempat untuk memberikan kartu berobat gratis, walaupun pemerintah setempat
mengatakan bahwa mereka telah memberikan kartu berobat gratis pada warga
miskin. Hal itu mungkin terjadi karena adanya ketidaksesuaian dalam kriteria
warga miskin versi Biro Pusat Statistik (BPS). Ada yang mengatakan bahwa
kriteria warga miskin versi BPS tidak sesuai dengan fakta konkret lapangan. 14
kriteria miskin menurut BPS itu sendiri adalah:
- Luas lantai bangunan tempat
tinggal kurang dari 8 m2 per orang
- Jenis lantai tempat tinggal
terbuat dari tanah/ bambu / kayu murahan
- Jenis dinding tempat tinggal
dari bambu / rumbia / kayu berkualitas rendah / tembok tanpa diplester
- Tidak memiliki fasilitas buang
air besar / bersama-sama dengan rumah tangga lain
- Sumber penerangan rumah tangga
tidak menggunakan listrik
- Sumber air minum berasal dari
sumur / mata air tidak terlindung / sungai /air hujan
- Bahan bakar untuk memasak
sehari-hari adalah kayu bakar / arang / minyak tanah
- Hanya mengkonsumsi daging / susu
/ ayam satu kali dalam seminggu
- Hanya membeli satu stel pakaian
baru dalam setahun
- Hanya sanggup makan sebanyak satu
/ dua kali dalam sehari
- Tidak sanggup membayar biaya
pengobatan di puskesmas / poliklinik
- Sumber penghasilan kepala rumah
tangga adalah : petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan,
buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan
pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan
- Pendidikan tertinggi kepala
rumah tangga : tidak sekolah / tidak tamat SD/ hanya SD
- Tidak memiliki tabungan / barang
yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit
/ non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
Para
warga miskin mengaku bahwa keempat belas kriteria tersebut sudah tidak relevan
dan tidak sesuai dengan realitas kemiskinan yang ada pada saat ini.
Jika kita lihat pada poin-poin kriteria miskin
diatas, dapat disimpulkan bahwa warga yang berhak mendapatkan kriteria miskin
adalah warga yang benar-benar “miskin.” Seperti pada poin nomor 8 yang
dikatakan bahwa hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam satu
minggu. Namun kenyataannya banyak warga miskin yang mampu mengkonsumsi
makanan-makanan tersebut, namun tetap layak untuk mendapatkan predikat miskin.
Dan pada poin nomor 13, disebutkan bahwa pendidikan tertinggi kepala rumah
tangga maksimal hanya lulusan SD. Lalu bagaimana dengan kepala keluarga yang
berpendidikan di atas SD, namun memenuhi 13 kriteria lain? sumber:
Bataviase.“70 Persen Pasien Miskin Keluhkan Layanan RS.”
http://bataviase.co.id/node/524561 (16 Juni, 2011)
Bimeks. “Pelayanan Jamkesmas
Dikeluhkan Pasien.” Sumbawa News. http://www.sumbawanews.com/berita/daerah/pelayanan-jamkesmas-dikeluhkan-pasien.html
(16 Jun, 2011)
Setiono,
Deni A. “Pelayanan KSK dan Jamkesda di Gresik Dikeluhkan.” Berita Jatim. http://www.beritajatim.com/detailnews.php/6/Politik_&_Pemerintahan/2011-05-10/100401/_Pelayanan_KSK_dan_Jamkesda_di_Gresik_Dikeluhkan
(16 Jun, 2011)
Molan,
Laurensius. “Rumah Sakit Untuk Orang
Miskin.” Format News. http://www.formatnews.com/?act=view&newsid=1971&cat=57
(16 Jun, 2011)
Evan. “70 Persen Pasien Miskin kKeluhan Pelayanan RS.”
FaktaPos. http://faktapos.com/content/nasional/1832-70-persen-pasien-miskin-keluhan-pelayanan-rs.html
(16 Jun, 2011)
Mohari, Henky. “RSUD Tanjungpinang Diminta Tingkatkan
Layanan Jamkesda.” Antara News. http://kepri.antaranews.com/berita/16803/rsud-tanjungpinang-diminta-tingkatkan-layanan-jamkesda
(16 Jun, 2011)
http://infopetadaerah.blogspot.com/2010/07/ada-14-kriteria-yang-dipergunakan-untuk.html
- 14 kriteria masyarakat miskin menurut standar BPS (29 juni 2011)
http://id.wikipedia.org/wiki/Jamkesmas(15
juni 2011)
Amali, Zakki. http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2011/04/26/84024/Bahas-LKPJ-Bupati-Kudus-Dapat-Rapor-Merah (14 juni 2011)
Jehola, Kanis. http://kupang.tribunnews.com/read/artikel/60880/kupangterkini/2011/5/1/keberadaan-jamkesda-bantu-warga-miskin (14 juni
2011)
Mingguan BAKINNews http://www.bakinnews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=4688:pelayanan-kesehatan&catid=52:kota-solok&Itemid=75 (14 juni 2011)
http://tabloidjubi.wordpress.com/2008/05/08/kurang-diperhatikan-banyak-pasien-sakit-jiwa-berkeliaran-di-kota/ Tabloid Jubi (15 juni 2011)
http://arali2008.wordpress.com/2010/01/19/membaca-undang-undang-republik-indonesia-nomor-36-tahun-2009-tentang-kesehatan/ Januari 19, 2010 Arsad Rahim
Ali (15 juni 2011)
http://bppkbtanjabtim-kadafi.blogspot.com/-UU DAN MENKES BARU:
KADO HARI KESEHATAN NASIONAL-Oleh:
Hendriyanto,S,IP, M.Kes-rabu, 11 november 2009
KG/J. “Rumah sakit Tidak Boleh
Tolak Pasien.” Media Indonesia, 23 Mei. 2011, 11.
“Kartu Berobat Gratis
di Bekasi Diduga Banyak Salah Sasaran. 15/06/2010” http://www.pikiran-rakyat.com/node/115931
http://regional.kompasiana.com/2010/07/28/menggendong-mayat-anaknya-karena-tak-mampu-sewa-mobil-jenazah/ Ayah
Menggendong Mayat Anaknya Karena Tak Mampu Sewa Mobil Jenazah 28/07/2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar